Pelajari dulu hurufnya setelah itu baru menyambung huruf dan membuat kalimat :)
Rabu, 17 Juni 2015
Makalah Instrumen Tunarungu
HAMBATAN
ANAK TUNARUNGU PADA ASPEK SOSIAL DAN BAHASA
BAB
I
Latar Belakang
Anak
berkebutuhan khusus (Heward) adalah anak dengan karakteristik khusus yang
berbeda dengan anak pada umumnya tanpa selalu menunjukan pada ketidakmampuan
mental, emosi atau fisik. Yang termasuk kedalam ABK antara lain: tunanetra,
tunarungu, tunagrahita, tunadaksa, tunalaras, kesulitan belajar, gangguan
prilaku, anak berbakat, anak dengan gangguan kesehatan. istilah lain bagi anak
berkebutuhan khusus adalah anak luar biasa dan anak cacat. Karena karakteristik
dan hambatan yang dimilki, ABK memerlukan bentuk pelayanan pendidikan khusus
yang disesuaikan dengan kemampuan dan potensi mereka.
Pendengaran
merupakan alat sensoris utama untuk berbicara dan berbahasa. Kehilangan
pendengaran sejak lahir atau sejak usia dini akan menyebabkan kesulitan dalam
berbicara dan berkomunikasi dengan orang lain secara lisan Kehilangan
pendengaran pada seorang anak juga berpengaruh pada perkembangan fungsi
kognitifnya, karena anak tunarungu mengalami kesulitan dalam memahami informasi
yang bersifat verbal terutama konsep-konsep yang bersifat abstrak yang
memerlukan penjelasan. Pemahaman konsep dan proses pembentukan pengertian
betapa pun sederhananya diperlukan keterampilan berbahasa yang memadai sebab
bahasa merupakan alat untuk berfikir. Anak tunarungu mengalami kesulitan dalam
berbahasa secara lisan ,oleh karena itu anak tunarungu mengalami kesulitan
dalam mengikuti program pendidikan.
2)
Rumusan Masalah
Apa
Sajakah Teori yang Berhubungan dengan hambatan Aspek Sosial dan Bahasa Anak
Tunarungu ?
Bagaimanakah
Hambatan Aspek Sosial, dan Bahasa dapat Mempengaruhi Pendidikan Anak Tunarungu
?
Apa
Sajakah Strategi atau Metode Penanganan Hambatan Aspek Sosial dan Bahasa Anak
tunarungu ?
3)
Tujuan
Untuk
Mengetahui dan Memahami Teori yang Berhubungan dengan hambatan Aspek Sosial dan
Bahasa Anak Tunarungu.
Untuk
Mengetahui dan Memahami Mengapa Hambatan Aspek Sosial dan Bahasa dapat
Mempengaruhi Pendidikan Anak Tunarungu.
Untuk Mengetahui dan Memahami Alternatif,
Strategi atau Metode Penanganan Hambatan Aspek Sosial dan Bahasa Anak
tunarungu.
BAB
II
Landasan Teori
a.
Pengertian Anak Tunarungu
Tunarungu
merupakan istilah yang digunakan untuk menunjukkan keadaan kehilangan
pendengaran yang dialami oleh seseorang. Secara umum tunarungu dikategorikan
kurang dengar dan tuli, sebagimana yang diungkap Hallahan dan Kauffman
(1991:26) bahwa Tunarungu adalah suatu istilah umum yang menunjukkan kesulitan
mendengar yang meliputi keseluruhan kesulitan mendengar dari yang ringan sampai
yang berat, digolongkan ke dalam tuli dan kurang dengar.
Tunarungu
adalah seseorang yang kehilangan kemampuan mendengar sehingga menghambat proses
informasi bahasa melalui pendengaran, baik memakai ataupun tidak memakai alat
bantu mendengar, sedangkan seseorang yang kurang dengar adalah seseorang yang
biasanya dengan menggunakan alat bantu mendengar, sisa pendengarannya cukup
memungkinkan keberhasilan proses informasi bahasa melalui pendengaran”.
Pengertian
mengenai tunarungu juga sangat beragam, yang semuanya mengacu pada keadaan atau
kondisi pendengaran anak tunarungu. Menurut Andreas Dwijosumarto dalam seminar
ketunarunguan di Bandung (1988:8) dalam Permanarian Somad dan Tati H (1996:27)
menyatakan bahwa “Tunarungu dapat diartikan sebagai suatu keadaan kehilangan
pendengaran yang mengakibatkan seseorang tidak dapat menangkap berbagai
rangsangan terutama melalui pendengaran”. Dalam www.dit.plb.or.id bahwa anak
tunarungu adalah anak yang mengalami gangguan pendengaran dan percakapan dengan
derajat pendengaran yang bervariasi antara 27db-40db (sangat ringan), 41db-55db
(ringan), 56db-70db (sedang), 71db-90db (berat) dan 91 db ke atas dikatakan
tuli.
b.
Teori Dampak Ketunarunguan
Menurut
Borthtoyd, A. Dalam Sadja’ah, E. (2005: 1) menjelaskan berbagai dampak yang
ditimbulkan sebgai akibat dari ketunarunguan mempengaruhi dalam hal:
1.
Masalah auditif,
2.
Masalah bahasa dan komunikasi,
3.
Masalah intelektual dan kognitif,
4.
Masalah pendidikan,
5.
Masalah sosial,
6.
Masalah emosional,
7.
Bahkan masalah vokasional.
Kehilangan
pendengaran berakibat langsung pada kemampuan penggunaan bahasa dan kemampuan
berkomunikasi. Oleh karena itu nak tunarungu memiliki kemampuan yang sangat
terbatas untuk mengadakan interaksi sosial dengan, orang lain yang ada di
lingkungannya.
Keadaan
seperti ini akan berakibat pada perkembangan kepribadian, dengan ditandai oleh
rasa harga diri kurang , diliputi oleh perasaan malu-malu, memiliki perasaan
curiga dan cemburu yang berlebihan , sering merasa diperlakukan tidak adil,
sering diasingkan oleh keluarga dan masyarakat egocentric, impulsive,
suggestable dan cenderung memiliki perasaan depresif (Thomas Irianto, 1988).
Ciri-ciri kepribadian tersebut juga merupakan akibat dari perlakuan orang tua
dan masyarakat terhadap anak tunarungu.
Hubungan
manusia dengan lingkungan bersifat transaksional,umumnya tingkah laku itu
terjadi karena adanya hubungan timbal balik dan saling mempengaruhi antara
individu dengan lingkungan di sekitarnya. Fungsi-fungsi sensoris bertindak
sebagai perantara antara individu dengan lingkungannya,baik lingkungan fisik
maupun lingkungan sosial. Gangguan pada salah satu fungsi penginderaan akan
berpengaruh pada hubungan individu dengan lingkungan sekitarnya yang bersifat
transaksional tadi.
Seorang
individu yang mengalami gangguan pendengaran tertutup dari rangsangan suara
yang berasal dari lingkungannya yang merupakan bagian integral dari
peristiwa-peristiwa yang terjadi di lingkungan sekitarnya. Oleh karena itu
kehilangan pendengaran menyebabkan terhambatnya kemampuan untuk berkomunikasi
secara bebas dan efektif dengan keluarga ,teman-teman dan orang lain yang
berada di sekitarnya.
Manusia
berkomunikasi saling berhubungan ,dan saling mempengaruhi melalui bahasa,
meskipun bahasa itu dapat dinyatakan secara tertulis,tetapi bahasa lisanlah
cara yang paling banyak digunakan dalam pergaulan hidup sehari-hari. Di sinilah
pentingnya fungsi pendengaran dalam melakukan fungsi sosial. Dengan demikian
kehilangan pendengaran akan menimbulkan masalah psiko-sosial pada orang yang
menyandangnya.
1.
Dampak Ketunarunguan
Karakteristik
dalam segi emosi dan sosial
Dengan ketunarunguan dapat mengakibatkan
berkurangnya kepercayaan diri dan merasa asing dari masyarakat tempat mereka
hidup, sehingga tampak adanya kekurangan dalam interaksi sosial dengan
lingkungan tersebut. Dengan demikian semua ini mengakibatkan munculnya suatu
keterasingan antara mereka dengan anak normal yang mendengar lainnya. Selain
itu, anak tunarungu cenderung memiliki pandangan yang negatif atau bertindak
kurang menyenangkan terhadap lingkungan. Untuk itu akan tampak pula efek-efek
negatif lainnya, antara lain :
·
Egosentrisme yang melebihi anak normal
Daerah
pengamatan anak tunarungu lebih kecil jika dibandingkan dengan anak yang
mendengar, mereka hanya mampu menangkap dan memasukan sebagian kecil dunia luar
ke dalam dirinya. Jadi makin sempit perhatiannya, dunia di luar hidupnya
semakin menutup dan mempersempit kesadaran. Bagi anak yang masih mempunyai sisa
pendengaran, dan jika alat bantu pendengarannya dipakai sejak kecil maka akan
dapat membantu memfungsikan sisa pendengaran yang ada. Sehingga didalam menepuh
hidupnya dapat terjalin komunikasi dan interaksi sosial dengan masyrakat
dilingkungannya. Selain itu kita sangat menyadari bahwa penglihatan dan
pengamatan anak tunarungu sangat besar peranannya, sehingga dalam perjalanan
hidupnya mereka memiliki sifat “sangat ingin tahu” seolah-olah mereka selalu
haus untuk melihat. Hal tersebut bisa juga terjadi pada orang yang mendengar,
tetapi bagi anak tunarungu sifat tersebut lebih menonjol.
·
Mempunyai perasaan takut akan lingkungan
yang lebih luas
Bagi
orang normal yang mendengar dapat saja suatu saat dihinggapi perasaan takut
akan kehidupan ini, tetapi bagi anak tunarungu perasaan tersebut akan lebih
sering muncul. Semua ini dapat terjadi karena anak tunarungu sering merasa
kurang menguasai keadaan yang ada hal ini di akibatkan karena pendengaran yang
mengalami ganguan, sering muncul pada dirinya kekuatiran yang lebih akhirnya
dapat menimbulkan suatu ketakutan.
·
Ketergantungan terhadap orang lain
Sikap
ketergantungan terhadap orang lain atau terhadap apa yang sudah dikenalnya
dengan baik, merupakan sikap bahwa mereka memiliki rasa keputusasaan dan selalu
mencari bantuan dan perlindungan terhadap orang lain, maka di sini berarti anak
tunarungu kurang percaya diri dan kurang yakin dengan apa yang telah dimiliki.
·
Perhatian yang sukar dialihkan
Suatu
hal yang sering terjadi pada anak tunarungu baik disekolah maupun di lingkungan
tempat mereka tinggal, apabila ia menyukai suatu benda, atau menyukai suatu
jenis kegiatan yang berupa keterampilan maupun permainan bisa mereka
melakukannya maka perhatiannya sulit untuk dialihkan. Anak tunarungu sukar
diajak berfikir tentang hal-hal yang belum terjadi artinya anak tunarungu
kurang akan fantasi (abstrak).
·
Memiliki sifat polos, sederhana tanpa
banyak masalah
Di
dalam hidupnya sehari-hari mereka seakan-akan tidak mempunyai beban. Biasanya
dengan mudah menyampaikan perasaannya kepada orang lain tanpa berfikir dan
mempertimbangkan atau memandang bermacam-macam segi yang mungkin menjadi
penghalang. Hal ini bisa dipahami karena anak tunarungu tidak memilih
alternatif lain karena anak tunarungu tidak menguasai suatu ungkapan dengan
baik, bila itu tidak berkenan dalam hatinya maka anak tunarungu lansung
menyampaikan walaupun perkataannya akan menyingung perasaan seseorang.
·
Lebih mudah marah dan cepat tersinggung
Karena
sering mengalami kekecewaan disebabkan karena kesukaran dalam menyampaikan fikiran
perasaan kepada orang lain, hal ini diekspresikan dengan kemarahan. Mereka
kadang kala berfikir bahwa setiap orang yang berbicara dihadapan mereka
seakan-akan yang dibicarakan oleh orang lain tersebut adalah membicarakan dia,
atau mengeledeknya. Anak tidak akan tersinggung apabila mampu memahami,
mengerti dan menguasai dirinya melalui bahasa yang dimilikinya luas. Artinya
apa yang dibicarakan orang lain akan lebih mudah dia kuasai dan akan semakin
mudah pula mereka berbicara. Akhirnya semua ini akan dapat menumbuhkan
keyakinan di dalam menerima dirinya, dengan kata lain kepercayaan diri semakin
tinggi, akhirnya akan menunjukkan kematangan dalam berprilaku (kepribadiannya).
2.
Perkembangan Sosial Anak Tunarungu
Anak
tunarungu memiliki kelainan dalam segi fisik biasanya akan menyebabkan suatu
kelainan dalam penyusuaian diri terhadap lingkungan. Anak tunarungu banyak di
hinggapi kecemasan karena menghadapi lingkungan yang beraneka ragam
komunikasinya, anak tunarungu sering mengalami berbagai konflik, kebingungan,
dan ketakutan karena ia sebenarnya hidup dalam lingkungan yang bermacam-
macam.kesulitan bahasa tidak dapat di hindari untuk anak tunarungu, namun
tidaklah demikian karena anak ini mengalami hambatan dalam bicara
Gangguan
sosial bagi anak yang pendengarannya rusak akan menghadapai kesulitan
perkembangan dalam cara-cara bertingkah laku yang tepat terhadap orang lain.
Mereka tidak dapat mendengarkan nada suara yang menunjukan suatu emosi.
`
Pada tahun-tahun berikutnya mereka tidak mengetahui aturan-aturan sosial yang
dijelaskan kepada mereka. Yang penting ialah, mereka mengekspresikan perilaku
manipulatif dan ritualistik sebagai pengganti bahasa dalam usahanya untuk
mempengaruhi orang lain.
3.
Hambatan Sosial Pada Anak Tunarungu
Kehilangan
pendengaran berakibat langsung pada kemampuan penggunaan bahasa dan kemampuan
berkomunikasi. Oleh karena itu anak tunarungu memiliki kemampuan yang sangat
terbatas untuk mengadakan interaksi sosial dengan, orang lain yang ada di
lingkungannya.
Keadaan
seperti ini akan berakibat pada perkembangan kepribadian, dengan ditandai oleh
rasa harga diri kurang , diliputi oleh perasaan malu-malu, memiliki perasaan
curiga dan cemburu yang berlebihan , sering merasa diperlakukan tidak adil,
sering diasingkan oleh keluarga dan masyarakat egocentric, impulsive,
suggestable dan cenderung memiliki perasaan depresif (Thomas Irianto, 1988).
Ciri-ciri kepribadian tersebut juga merupakan akibat dari perlakuan orang tua
dan masyarakat terhadap anak tunarungu.
Usaha
membimbing anak tunarungu kearah penyesuaian psikologis (psychological
adjustment) yang sehat, akan sangat tergantung pada interaksi yang menyenangkan
antara anak dengan orang tua . Kesadaran dan pemahaman orangtua serta anggota
keluarga yang baik terhadap anak tunarungu akan sangat membantu dalam
mengembangkan sikap sosial dan kepribadian anak kearah yang positif.
Persoalan
yang sering menimbulkan kesulitan pada orangtua anak tunarungu adalah dalam hal
disiplin dalam arti sering terjadi kesalahpahaman antar orangtua dengan anak
tunarungu karena saling tidak mengerti apa yang dimaksud oleh masing-masing.
Hal seperti ini sering menimbulkan gangguan tingkah laku bagi anak tunarungu,
karena anak merasa orangtua tidak mau mengerti apa yang ia maksud.
4. Perkembangan Bicara Anak Tunarungu
Perkembangan bicara anak tunarungu pada awalnya mengikuti pola-pola perkembangan yang sama dengan anak normal, namun setelah masa meraban, perkembangan bahasa lisan anak tunarungu terhenti. Hal ini disebabkan oleh tidak berfungsinya pendengaran anak, sehingga anak tidak menyadari suara-suara yang dibuatnya serta ketidakmampuan mempersepsi atau mengamati bunyi yang datang dari lingkungannya. Akibatnya anak tunarungu tidak mampu untuk menirukan kembali suara-suara yang dikeluarkannya sendiri maupun dari lingkungannya.
Perkembangan bicara dan bahasa berkaitan erat dengan ketajaman pendengaran. Akibat terbatasnya ketajaman pendengaran, anak tunarungu tidak mampu mendengar dengan baik. Dengan demikian pada anak tunarungu tidak terjadi proses peniruan suara setelah masa meraban, proses peniruannya hanya terbatas pada peniruan visual. Selanjutnya dalam perkembangan bicara dan bahasa, anak tunarungu memerlukan pembinaan secara khusus dan intensif sesuai dengan kemampuan dan taraf ketunarunguannya.
Sejak tidak berfungsinya pendengaran anak, sejak itu pula anak tunarungu mengalami masalah dalam berkomunikasi dengan lingkungannya. Anak tunarungu dapat diberikan semacam alat bantu yang dapat mengantar mereka agar dapat bicara dengan mengembangkan sikap arah keterwajahan, bahasa ujaran, kemampuan memproduksi suara, dan mengamati bunyi.
5. Pengembangan Kemampuan Bicara Anak Tunarungu
Pengembangan kemampuan berbicara merupakan serangkadian upaya agar anak memiliki pengetahuan, keterampilan, dan sikap untuk mengekspresikan pikiran, gagasan, dan perasaanya dengan cara berbicara. Nugroho (2004) yang dikutip Hernawati mengemukakan bahwa layanan bina bicara memiliki tiga macam tujuan, yaitu:
1. Dibidang pengetahuan, agar anak memiliki pengetahuan tentang: a) cara mengucapkan seluruh bunyi bahasa Indonesia; b) cara mengucapkan kata, kelompok kata dan kalimat Bahasa Indonesia; c) mengevaluasi bicaranya sendiri, berdasarkan pengamatan visual, auditif, dan kinestetik; d) mengendalikan alat ucapnya untuk peningkatan kualitas bicara; serta e) pemilihan kata dan kelompok kata yang tepat.
2. Dibidang keterampilan, agar anak terampil: a) mengucapkan bunyi-bunyi bahasa Indonesia; b) mengucapkan kata, kelompok kata, dan kalimat bahasa Indonesia; c) mengevaluasi bicaranya sendiri berdasarkan pengamatan visual, auditif, dan kinestetik; d) mengendalikan alat ucapnya demi perbaikan dan peningkatan mutu bicaranya; dan e) menggunakan kata-kata, kelompok kata, dan kalimat sesuai dengan gagasan dan tata bahasa yang baik dan benar.
3. Di bidang sikap, agar anak memiliki: a) senang menggunakan cara bicara dalam mengadakan komunikasi dengan orang lain; b) senang mengadakan evaluasi dan memperbaiki kesalahan-kesalahan serta berusaha meningkatkan kemampuannya. Tujuan akhir bina bicara bagi anak tunarungu, adalah agar dia memiliki pengetahuan, keterampilan, dan sikap dasar untuk: a) berkomunikasi di masyarakat; b) bekerja dan beritegrasi dalam kehidupan masyarakat; serta c) berkembang sesuai dengan asas pendidikan seumur hidup.
Perkembangan bicara anak tunarungu pada awalnya mengikuti pola-pola perkembangan yang sama dengan anak normal, namun setelah masa meraban, perkembangan bahasa lisan anak tunarungu terhenti. Hal ini disebabkan oleh tidak berfungsinya pendengaran anak, sehingga anak tidak menyadari suara-suara yang dibuatnya serta ketidakmampuan mempersepsi atau mengamati bunyi yang datang dari lingkungannya. Akibatnya anak tunarungu tidak mampu untuk menirukan kembali suara-suara yang dikeluarkannya sendiri maupun dari lingkungannya.
Perkembangan bicara dan bahasa berkaitan erat dengan ketajaman pendengaran. Akibat terbatasnya ketajaman pendengaran, anak tunarungu tidak mampu mendengar dengan baik. Dengan demikian pada anak tunarungu tidak terjadi proses peniruan suara setelah masa meraban, proses peniruannya hanya terbatas pada peniruan visual. Selanjutnya dalam perkembangan bicara dan bahasa, anak tunarungu memerlukan pembinaan secara khusus dan intensif sesuai dengan kemampuan dan taraf ketunarunguannya.
Sejak tidak berfungsinya pendengaran anak, sejak itu pula anak tunarungu mengalami masalah dalam berkomunikasi dengan lingkungannya. Anak tunarungu dapat diberikan semacam alat bantu yang dapat mengantar mereka agar dapat bicara dengan mengembangkan sikap arah keterwajahan, bahasa ujaran, kemampuan memproduksi suara, dan mengamati bunyi.
5. Pengembangan Kemampuan Bicara Anak Tunarungu
Pengembangan kemampuan berbicara merupakan serangkadian upaya agar anak memiliki pengetahuan, keterampilan, dan sikap untuk mengekspresikan pikiran, gagasan, dan perasaanya dengan cara berbicara. Nugroho (2004) yang dikutip Hernawati mengemukakan bahwa layanan bina bicara memiliki tiga macam tujuan, yaitu:
1. Dibidang pengetahuan, agar anak memiliki pengetahuan tentang: a) cara mengucapkan seluruh bunyi bahasa Indonesia; b) cara mengucapkan kata, kelompok kata dan kalimat Bahasa Indonesia; c) mengevaluasi bicaranya sendiri, berdasarkan pengamatan visual, auditif, dan kinestetik; d) mengendalikan alat ucapnya untuk peningkatan kualitas bicara; serta e) pemilihan kata dan kelompok kata yang tepat.
2. Dibidang keterampilan, agar anak terampil: a) mengucapkan bunyi-bunyi bahasa Indonesia; b) mengucapkan kata, kelompok kata, dan kalimat bahasa Indonesia; c) mengevaluasi bicaranya sendiri berdasarkan pengamatan visual, auditif, dan kinestetik; d) mengendalikan alat ucapnya demi perbaikan dan peningkatan mutu bicaranya; dan e) menggunakan kata-kata, kelompok kata, dan kalimat sesuai dengan gagasan dan tata bahasa yang baik dan benar.
3. Di bidang sikap, agar anak memiliki: a) senang menggunakan cara bicara dalam mengadakan komunikasi dengan orang lain; b) senang mengadakan evaluasi dan memperbaiki kesalahan-kesalahan serta berusaha meningkatkan kemampuannya. Tujuan akhir bina bicara bagi anak tunarungu, adalah agar dia memiliki pengetahuan, keterampilan, dan sikap dasar untuk: a) berkomunikasi di masyarakat; b) bekerja dan beritegrasi dalam kehidupan masyarakat; serta c) berkembang sesuai dengan asas pendidikan seumur hidup.
6.
Gangguan Bahasa Reseptif dan Ekspresif
Gangguan Bahasa reseptif adalah gangguan yang dimilki anak untuk mengerti apa yang dilihat dan apa yang didengar. Sedangkan gangguan bahasa ekspresif adalah gangguan yang menghambat kemampuan anak untuk berkomunikasi secara simbolis baik visual (menulis, memberi tanda) atau auditorik. Seorang anak yang mengalami gangguan berbahasa mungkin saja dapat mengucapkan suatu kata dengan jelas tetapi dia tidak dapat menyusun dua kata dengan baik. Sebaliknya, ucapan seorang anak mungkin sedikit sulit untuk dimengerti, tetapi dia dapat menyusun kata-kata yang benar untuk menyatakan keinginannya. Masalah bicara dan bahasa sebenarnya berbeda tetapi kedua masalah ini sering kali tumpang tindih.
Pada gangguan bahasa ekspresif, secara klinis kita bisa menemukan gejala seperti perbendaharaan kata yang jelas terbatas, membuat kesalahan dalam kosa kata, mengalami kesulitan dalam mengingat kata-kata atau membentuk kalimat yang panjang dan memiliki kesulitan dalam pencapaian akademik, dan komunikasi sosial, namun pemahaman bahasa anak tetap relatif utuh. Gangguan menjadi jelas pada kira-kira usia 18 bulan, saat anak tidak dapat mengucapkan kata dengan spontan atau meniru kata dan menggunakan gerakan badannya untuk menyatakan keinginannya. Jika anak akhirnya bisa berbicara, defisit bahasa menjadi jelas, terjadi kesalahan artikulasi seperti bunyi th, r, s, z, y. Riwayat keluarga yang memiliki gangguan bahasa ekspresif juga ikut mendukung diagnosis.
Gangguan Bahasa reseptif adalah gangguan yang dimilki anak untuk mengerti apa yang dilihat dan apa yang didengar. Sedangkan gangguan bahasa ekspresif adalah gangguan yang menghambat kemampuan anak untuk berkomunikasi secara simbolis baik visual (menulis, memberi tanda) atau auditorik. Seorang anak yang mengalami gangguan berbahasa mungkin saja dapat mengucapkan suatu kata dengan jelas tetapi dia tidak dapat menyusun dua kata dengan baik. Sebaliknya, ucapan seorang anak mungkin sedikit sulit untuk dimengerti, tetapi dia dapat menyusun kata-kata yang benar untuk menyatakan keinginannya. Masalah bicara dan bahasa sebenarnya berbeda tetapi kedua masalah ini sering kali tumpang tindih.
Pada gangguan bahasa ekspresif, secara klinis kita bisa menemukan gejala seperti perbendaharaan kata yang jelas terbatas, membuat kesalahan dalam kosa kata, mengalami kesulitan dalam mengingat kata-kata atau membentuk kalimat yang panjang dan memiliki kesulitan dalam pencapaian akademik, dan komunikasi sosial, namun pemahaman bahasa anak tetap relatif utuh. Gangguan menjadi jelas pada kira-kira usia 18 bulan, saat anak tidak dapat mengucapkan kata dengan spontan atau meniru kata dan menggunakan gerakan badannya untuk menyatakan keinginannya. Jika anak akhirnya bisa berbicara, defisit bahasa menjadi jelas, terjadi kesalahan artikulasi seperti bunyi th, r, s, z, y. Riwayat keluarga yang memiliki gangguan bahasa ekspresif juga ikut mendukung diagnosis.
Identitas
Anak
Nama Lengkap : Cecep Saepullah
Nama Panggilan : Cecep
Alamat : Kp. Jangkurang no.56
Tempat, tanggal lahir : Garut, 26 Mei 2005
Jenis Kelamin : Laki-laki
Jenis Kelainan : Tunarungu
Nama Panggilan : Cecep
Alamat : Kp. Jangkurang no.56
Tempat, tanggal lahir : Garut, 26 Mei 2005
Jenis Kelamin : Laki-laki
Jenis Kelainan : Tunarungu
Agama
: Islam
Status Anak : Anak kandung
Anak Ke : 3 (tiga)
Kelas : 5 SDLB
Status Anak : Anak kandung
Anak Ke : 3 (tiga)
Kelas : 5 SDLB
Identitas
Orang Tua/Wali
a. Ayah
Nama ayah : Ujang Saepudin
Agama : Islam
Status ayah : Ayah Kandung
Pekerjaan pokok : Wiraswasta
b. Ibu
Nama Ibu : Limah Hayani
Nama ayah : Ujang Saepudin
Agama : Islam
Status ayah : Ayah Kandung
Pekerjaan pokok : Wiraswasta
b. Ibu
Nama Ibu : Limah Hayani
Agama
: Islam
Status Ibu : Ibu Kandung
Pekerjaan pokok : Ibu Rumah Tangga
Status Ibu : Ibu Kandung
Pekerjaan pokok : Ibu Rumah Tangga
Instrumen hambatan Aspek Sosial dan Bahasa
Anak Tunarungu
·
instrumen tentang artikulasi dan optimalisasi
pendengaran
No
|
Indikator
|
Bisa
|
Tidak
|
Keterangan
|
1.
|
Bibir dengan senam
mulut Menyokong kedua bibir
|
√
|
||
Menarik bibir ke belakang
|
√
|
|||
Menggetarkan bibir
|
√
|
|||
2.
|
Lidah dengan bantuan
spatel Menjulurkan lidah ke depan
|
√
|
||
Menjulurkan lidah ke
kiri
|
√
|
|||
Menjulurkan lidah ke
kanan
|
√
|
|||
Menyentuh lengkung
gigi atas
|
√
|
|||
Mendorong pipi kiri
|
√
|
|||
Mendorong pipi kanan
|
√
|
|||
Menyapu bibir bawah
|
√
|
|||
3.
|
Rahang membuka mulut
lebar-lebar
|
√
|
||
Menutup rapat-rapat
|
√
|
|||
Mengunyah makanan
|
√
|
|||
4.
|
Meniup balon
|
√
|
||
Meniup peluit
|
√
|
|||
Menahan udara di
mulut sampai hitungan 5 s/d 10 detik
|
√
|
|||
5.
|
Pernafasan Latihan
pernafasan perut dengan melatih anak untuk mengenal vibrasi sebagai langkah
awal anak mulai belajar artikulasi agar dapat mengucapkan kata dengan baik
dan benar.
|
√
|
||
6.
|
Mengucapkan Huruf
vokal Mengucapkan “A”
|
√
|
Namun
kurang jelas dalam pengucapannya
|
|
Mengucapkan Huruf vokal
Mengucapkan “ I ”
|
√
|
Namun
kurang jelas dalam pengucapannya
|
||
Mengucapkan Huruf
vokal Mengucapkan “ U ”
|
√
|
Namun
kurang jelas dalam pengucapannya
|
||
Mengucapkan Huruf
vokal Mengucapkan “ E ”
|
√
|
Namun
kurang jelas dalam pengucapannya
|
||
Mengucapkan Huruf
vokal Mengucapkan “ O ”
|
√
|
Namun
kurang jelas dalam pengucapannya
|
||
7.
|
Mengucapkan huruf “ P
“ dalam papa, bapak, atap
|
√
|
||
Mengucapkan huruf “ B
“ dalam baba, bebek, arab
|
√
|
|||
Mengucapkan huruf “ M
“ dalam mama, jambu, ayam
|
√
|
|||
Mengucapkan huruf “ W
“ dalam warna, sawah, awan
|
√
|
|||
8.
|
Mengucapkan huruf “F“
dalam foto, sifat, komulatif
|
√
|
||
Mengucapkan huruf “V“
dalam vocal, televisi, ovivar
|
√
|
|||
9.
|
Mengucapkan huruf “T“
dalam topi, botol, tomat
|
√
|
||
Mengucapkan huruf “D“
dalam dasi, sendok, masjid
|
√
|
|||
Mengucapkan huruf “L”
dalam lilin, balon, pensil
|
√
|
|||
Mengucapkan huruf “ N
“ dalam nasi, pintu, yuyun
|
√
|
|||
9.
|
Mengucapkan huruf “S“
dalam satu, kasur, gelas
|
√
|
||
Mengucapkan huruf “Z“
dalam zebra
|
√
|
|||
Mengucapkan huruf “R“
dalam roti, ular
|
√
|
|||
11.
|
Mengucapkan huruf “C“
dalam cabe, becak
|
√
|
||
Mengucapkan huruf “J“
dalam jaket, meja, raja
|
√
|
|||
12.
|
Mengucapkan “ny“
dalam nyanyi, kunyit
|
√
|
||
13.
|
Mengucapkan “K“ dalam
kadal, makan, sirsak
|
√
|
||
Mengucapkan “G“ dalam
engga, gigi
|
√
|
|||
Mengucapkan “X“ dalam
axe, box
|
√
|
|||
Mengucapkan “Ng“
dalam ngaji, engga, pisang
|
√
|
|||
Mengucapkan “Y“ dalam
iya, payung
|
√
|
|||
Mengucapkan “H“ dalam
hitam, pohon, papah
|
√
|
|||
17.
|
Fokus dan background
Mendengar suara ibunya di suatu kegaduhan di pasar Tidak dilakukan karena
penelitian dilakukan di sekolah
|
BAHASA
RESEPTIF
No
|
Indikator
|
Ya
|
Tidak
|
Keterangan
|
1.
|
Menatap wajah saat
orang berbicara padanya
|
√
|
||
2.
|
Menoleh ke arah suara
yang dekat atau bermakna bagi anak
|
√
|
||
3.
|
Tampak terganggu bila
mendengar suara keras
|
√
|
||
4.
|
Gembira bila
mendengar langkah kaki orang (anak bersuara dan melakukan gerakan).
|
√
|
||
5.
|
Memandang lurus
kearah benda-benda yang dibunyikan.
|
√
|
||
6.
|
Merespon terhadap
suara ibu yang emosional (misalnya menangis bila ibu marah, tertawa, bila
terdengar senang)
|
√
|
||
7.
|
Menghentikan kegiatan
sesaat bila kita berkata “Jangan!“
|
√
|
||
8.
|
Mendengarkan bunyi
detak jam
|
√
|
||
9.
|
Merespon terhadap
kata-kata tertentu (misalnya menoleh atau menunjuk bila kita berkata “Dimana
bapak?”).
|
√
|
||
10.
|
Langsung menoleh bila
disebut namanya.
|
√
|
BAHASA
EKSPRESIF
No
|
Indikator
|
Ya
|
Tidak
|
Keterangan
|
1.
|
Mengeluarkan suara
tenggorokan
|
√
|
||
2.
|
“ berceloteh” bila
merasa senang (“hao hakeng”)
|
√
|
||
3.
|
Mengucapkan “ah, eh,
oh”.
|
√
|
||
4.
|
Mengucapkan bunyi-bunyi
vocal (“a, e, i, o, u”).
|
√
|
||
5.
|
Mengucapkan “ agu “.
|
|||
6.
|
Mengorok dan
menggeram.
|
√
|
||
7.
|
Tertawa keras.
|
√
|
||
8.
|
Menjerit bila merasa
terganggu
|
√
|
||
9.
|
Mengucapkan “ da, ka,
ba, ga “.
|
√
|
||
10.
|
Mengucapkan “ dada,
baba “.
|
√
|
||
11.
|
Berteriak untuk
menarik perhatian
|
√
|
EMOSI
DAN SIKAP
No
|
Indikator
|
Ya
|
Tidak
|
Keterangan
|
1.
|
Egosentrisme yang
melebihi anak normal
|
√
|
||
2.
|
Mempunyai perasaan
takut akan lingkungan yang lebih luas
|
√
|
||
3.
|
Perhatian yang sukar
dialihkan
|
√
|
||
4.
|
Lebih mudah marah dan
cepat tersinggung
|
√
|
||
5.
|
Memiliki sifat polos,
sederhana tanpa banyak masalah
|
√
|
||
6.
|
Berteman baik dengan
orang yang dipercayainya
|
√
|
||
7.
|
Selalu ingin
diperhatikan
|
√
|
||
8.
|
Kurang bisa berbaur
dalam lingkungan baru
|
√
|
||
9.
|
Peduli akan teman
yang dipercayainya
|
√
|
||
10.
|
Sulit diatur
|
√
|
Dari Instrumen diatas, dapat dijelaskan
dan ditemui permasalahan sewaktu diwawancarai
Cecep diantaranya sebagai berikut:
1. Artikulasi
a) Pengucapan huruf vokal “a, i, u, e,
o” kurang mengucapkannya dengan benar. Sehingga kurang memahami maksud
ucapannya.
b) Mengucapkan bilabdial pada huruf “P”
pada kata papa, bapak, dan atap, huruf “B” pada kata baba, bebek, dan arab,
huruf “M” pada kata mama, jambu, dan serta pada huruf “W” sedikit paham apa
yang diucapkan, tetapi pada saat mengucapkan kata ayam, sawah, dan awan Cecep
sangat kurang dalam mengucapkannya sehingga saya kurang memahami. Contoh pada kata “ayam”
dia menyebutnya “aam” atau pada kata “sawah” dia mneyebutnya “awah”.
c) Mengucapkan labio dental khusunya
pada huruf “V” pada kata vocal, televisi, diucapkan menjadi oval, teyevisi, (tidak
jelas).
d) Dental, mengucapkan huruf “L” pada
lilin menjadi yiyin, huruf “N” pada kata pintu menjadi yintu, huruf “T” pada
tomat diucapkan yomat (tidak jelas).
e) Alvelor. Mengucapkan huruf “Z” pada
kata zebra menjadi eba, huruf “R” pada kata roti menjadi oti (tidak jelas).
f) Palato Alveolar mengucapkan huruf “J”
pada kata meja menjadi meya, huruf “C” pada kata becak diucapkan eak (tidak
jelas).
g) Palatal. Mengucapkan “ny” dalam
nyanyi dan kunyit sangat tidak jelas, dicoba berulang kali tapi tetap tidak
memahami maksud objek peneliti.
h) Velar. Dalam velar ini objek peneliti
sangat kurang, dia tidak bisa mengucapkan dengan jelas seperti pada huruf “K”
pada kata makan menjadi asan, huruf “X” pada kata box diucapkan menjadi oks,
mengucapkan “ng” dalam pisang menjadi “iyang” (sangat tidak jelas).
i) Glotal. Pada kata “H” misalnya hitam
menjadi hi’am (tidak jelas).
2. Bahasa Reseptif
Kemampuan perkembangan bahasa reseptif yang dimiliki objek peneliti
diantaranya:
a) Mampu menatap lawan bicara saat
diajak mengobrol
b) Mampu memandang lurus kearah
benda-benda yang dibunyikan
c) Tidak merasa terganggu bila mendengar
suara keras
d) Apabila guru mengucapkan kata
“jangan” maka dia menghentikan kegiatannya sesaat.
e) Apabila guru menyebut namanya, dia
tidak menoleh tetapi apabila guru menyebut namanya dengan menepuk bahunya dia
menoleh.
3. Bahasa ekspresif
Adapun Kemampuan perkembangan bahasa ekspresif yang dimiliki Cecep diantaranya:
a) Mengucapkan kata pada “ah, eh, oh “
Cecep kurang jelas mengucapkannya.
b) Kurang mengekspresikan kesenangannya
dengan berceloteh.
c) Mengucapkan “agu” kurang jelas mengucapkannya.
d) Menjerit bila dia merasa terganggu.
e) Mampu tertawa keras
f) Mengucapkan “da, ka, ga, ba” kurang jelas
mengucapkannya.
4. Sikap dan Sosial
Adapun sikap dan sosial yang diteliti
memang benar erat sekali kaitannya dengan dampak ketunarunguaan yang dimiliki
Cecep, seperti bersikap :
a) Ego
yang tinggi
b) Kurang
mudah berbaur dengan teman baru
c) Selalu
ingin diperhatikan
d) Mudah
marah dan tersinggung
Kesimpulan
Penelitian
diatas kita dapat menyimpulkan bahwa anak tunarungu harus dilatih secara terus
menerus setidaknya ada kemungkinan untuk bisa mengucapkan kata-kata vokal
maupun konsonan dalam bahasa Indonesia dengan lebih baik agar orang yang
berbicara dengan anak tunarungu setidaknya lebih bisa memahami. Karena itu,
pengembangan kemampuan bicara pada anak tunarungu harus diperhatikan. Kita juga
bisa memberikan pelayanan bina bicara karena dengan adanaya layanan bina bicara
ini memiliki tujuan:
1. Dibidang pengetahuan, agar anak memiliki pengetahuan tentang:
a) cara
mengucapkan seluruh bunyi bahasa Indonesia; b) cara mengucapkan kata, kelompok
kata dan kalimat Bahasa Indonesia; c) mengevaluasi bicaranya sendiri,
berdasarkan pengamatan visual, auditif, dan kinestetik; d) mengendalikan alat
ucapnya untuk peningkatan kualitas bicara; serta e) pemilihan kata dan kelompok
kata yang tepat.
2. Dibidang keterampilan, agar anak terampil:
a) mengucapkan bunyi-bunyi bahasa
Indonesia; b) mengucapkan kata, kelompok kata, dan kalimat bahasa Indonesia; c)
mengevaluasi bicaranya sendiri berdasarkan pengamatan visual, auditif, dan
kinestetik; d) mengendalikan alat ucapnya demi perbaikan dan peningkatan mutu
bicaranya; dan e) menggunakan kata-kata, kelompok kata, dan kalimat sesuai
dengan gagasan dan tata bahasa yang baik dan benar.
3. Di bidang sikap, agar anak memiliki:
a) senang menggunakan cara bicara dalam
mengadakan komunikasi dengan orang lain; b) senang mengadakan evaluasi dan
memperbaiki kesalahan-kesalahan serta berusaha meningkatkan kemampuannya.
Tujuan akhir bina bicara bagi anak tunarungu, adalah agar dia memiliki
pengetahuan, keterampilan, dan sikap dasar untuk: a) berkomunikasi di
masyarakat; b) bekerja dan beritegrasi dalam kehidupan masyarakat; serta c)
berkembang sesuai dengan asas pendidikan seumur hidup.
Layanan bina bicara di atas, tentunya akan sangat bermanfaat untuk anak
tunarungu, karena bila tidak banyak sekali dampak yang ditimbulkan dan akan
mempengaruhi pada perkembangan anak tunarungu, misalnya dari segi seperti
dibawah ini:
1. Intelegensi.
Perkembangan intelegensi anak tunarungu tidak sama cepatnya dengan mereka yang
mendengar secara normal. Pada umumnya anak tunarungu memiliki intelegensi yang
normal atau rata-rata, tetapi karena perkembangan intelegensi sangat
dipengaruhi oleh perkembangan bahasa maka anak tunarungu akan menampakkan
intelegensi yang rendah karena mengalami kesulitan memahami bahasa.
2. Bahasa dan Bicara
Karena anak tunarungu tidak mampu mendengar bahasa, maka kemampuan berbahasanya
tidak akan berkembang bila dia tidak atau dilatih secara khusus. Akibat dari
ketidakmampuannya dibandingkan dengan anak yang mendengar pada usdia yang sama,
maka dalam perkembangan bahasanya akan jauh tertinggal.
3. Emosi dan sosial
Ketunarunguan dapat mengakibatkan terasingnya individu tunarungu dari pergaulan
sehari-hari, yang berarti mereka terasing dari pergaulan atau aturan sosial
yang berlaku dalam masyarakat dimana dia hidup. Akibat dari keterasingannya
tersebut sehingga menimbulkan dampak misalnya egosentrisme yang melebihi anak
normal, mempunyai perasaan takut akan lingkungan yang lebih luas, lebih mudah
marah dan cepat tersinggung, dan masih banyak lagi.
4. Perkembangan kepribadian
Perkembangan kepribadian terjadi dalam pergaulan atau perluasan pengalaman pada
umumnya diarahkan pada faktor anak sendiri. Pertemuan antara faktor-faktor
dalam diri anak tunarungu yaitu ketidakmampuan menerima rangsangan pendengaran,
kemiskinan berbahasa, ketidaktepatan emosi, intelegensi dihubungkan dengan
sikap lingkungan terhadapnya sehingga akan menghambat perkembangan
kepribadiannya.
Jadi, berdasarkan hasil dan pembahasan dalam penelitian ini, peneliti dapat
menarik kesimpulan bahwa terdapat kecocokan antara beberapa teori mengenai
tunarungu yang telah peneliti kaji dengan realita atau kenyaatan yang terjadi
pada anak tunarungu yang telah menjadi objek penelitian peneliti. Kecocokan
tersebut tampak pada anak tunarungu memahami bahasa lisan melalui membaca
ujaran, anak melihat kata-kata dari bentuk gerak bibir pembicara. Anak
tunarungu yang diteliti oleh peneliti juga termasuk pada penderita yang berat
(71-90 dB) sehingga hanya bisa mendengar bunyi yang sangat dekat, membutuhkan
alat bantu dengar dan latihan bicara secara khusus.
Sumber : Tugas mata kuliah interaksi dan komunikasi ABK
Langganan:
Postingan (Atom)