Rabu, 17 Juni 2015

Ayo Belajar Bahasa Isyarat




Makalah Instrumen Tunarungu


HAMBATAN ANAK TUNARUNGU PADA ASPEK SOSIAL DAN BAHASA

BAB I
Latar Belakang
Anak berkebutuhan khusus (Heward) adalah anak dengan karakteristik khusus yang berbeda dengan anak pada umumnya tanpa selalu menunjukan pada ketidakmampuan mental, emosi atau fisik. Yang termasuk kedalam ABK antara lain: tunanetra, tunarungu, tunagrahita, tunadaksa, tunalaras, kesulitan belajar, gangguan prilaku, anak berbakat, anak dengan gangguan kesehatan. istilah lain bagi anak berkebutuhan khusus adalah anak luar biasa dan anak cacat. Karena karakteristik dan hambatan yang dimilki, ABK memerlukan bentuk pelayanan pendidikan khusus yang disesuaikan dengan kemampuan dan potensi mereka.
Pendengaran merupakan alat sensoris utama untuk berbicara dan berbahasa. Kehilangan pendengaran sejak lahir atau sejak usia dini akan menyebabkan kesulitan dalam berbicara dan berkomunikasi dengan orang lain secara lisan Kehilangan pendengaran pada seorang anak juga berpengaruh pada perkembangan fungsi kognitifnya, karena anak tunarungu mengalami kesulitan dalam memahami informasi yang bersifat verbal terutama konsep-konsep yang bersifat abstrak yang memerlukan penjelasan. Pemahaman konsep dan proses pembentukan pengertian betapa pun sederhananya diperlukan keterampilan berbahasa yang memadai sebab bahasa merupakan alat untuk berfikir. Anak tunarungu mengalami kesulitan dalam berbahasa secara lisan ,oleh karena itu anak tunarungu mengalami kesulitan dalam mengikuti program pendidikan.
2) Rumusan Masalah
Apa Sajakah Teori yang Berhubungan dengan hambatan Aspek Sosial dan Bahasa Anak Tunarungu ?
Bagaimanakah Hambatan Aspek Sosial, dan Bahasa dapat Mempengaruhi Pendidikan Anak Tunarungu ?
Apa Sajakah Strategi atau Metode Penanganan Hambatan Aspek Sosial dan Bahasa Anak tunarungu ?
3) Tujuan
Untuk Mengetahui dan Memahami Teori yang Berhubungan dengan hambatan Aspek Sosial dan Bahasa Anak Tunarungu.
Untuk Mengetahui dan Memahami Mengapa Hambatan Aspek Sosial dan Bahasa dapat Mempengaruhi Pendidikan Anak Tunarungu.
 Untuk Mengetahui dan Memahami Alternatif, Strategi atau Metode Penanganan Hambatan Aspek Sosial dan Bahasa Anak tunarungu.

BAB II
Landasan Teori
a. Pengertian Anak Tunarungu
Tunarungu merupakan istilah yang digunakan untuk menunjukkan keadaan kehilangan pendengaran yang dialami oleh seseorang. Secara umum tunarungu dikategorikan kurang dengar dan tuli, sebagimana yang diungkap Hallahan dan Kauffman (1991:26) bahwa Tunarungu adalah suatu istilah umum yang menunjukkan kesulitan mendengar yang meliputi keseluruhan kesulitan mendengar dari yang ringan sampai yang berat, digolongkan ke dalam tuli dan kurang dengar.
Tunarungu adalah seseorang yang kehilangan kemampuan mendengar sehingga menghambat proses informasi bahasa melalui pendengaran, baik memakai ataupun tidak memakai alat bantu mendengar, sedangkan seseorang yang kurang dengar adalah seseorang yang biasanya dengan menggunakan alat bantu mendengar, sisa pendengarannya cukup memungkinkan keberhasilan proses informasi bahasa melalui pendengaran”.
Pengertian mengenai tunarungu juga sangat beragam, yang semuanya mengacu pada keadaan atau kondisi pendengaran anak tunarungu. Menurut Andreas Dwijosumarto dalam seminar ketunarunguan di Bandung (1988:8) dalam Permanarian Somad dan Tati H (1996:27) menyatakan bahwa “Tunarungu dapat diartikan sebagai suatu keadaan kehilangan pendengaran yang mengakibatkan seseorang tidak dapat menangkap berbagai rangsangan terutama melalui pendengaran”. Dalam www.dit.plb.or.id bahwa anak tunarungu adalah anak yang mengalami gangguan pendengaran dan percakapan dengan derajat pendengaran yang bervariasi antara 27db-40db (sangat ringan), 41db-55db (ringan), 56db-70db (sedang), 71db-90db (berat) dan 91 db ke atas dikatakan tuli.
b. Teori Dampak Ketunarunguan
Menurut Borthtoyd, A. Dalam Sadja’ah, E. (2005: 1) menjelaskan berbagai dampak yang ditimbulkan sebgai akibat dari ketunarunguan mempengaruhi dalam hal:
1. Masalah auditif,
2. Masalah bahasa dan komunikasi,
3. Masalah intelektual dan kognitif,
4. Masalah pendidikan,
5. Masalah sosial,
6. Masalah emosional,
7. Bahkan masalah vokasional.
Kehilangan pendengaran berakibat langsung pada kemampuan penggunaan bahasa dan kemampuan berkomunikasi. Oleh karena itu nak tunarungu memiliki kemampuan yang sangat terbatas untuk mengadakan interaksi sosial dengan, orang lain yang ada di lingkungannya.
Keadaan seperti ini akan berakibat pada perkembangan kepribadian, dengan ditandai oleh rasa harga diri kurang , diliputi oleh perasaan malu-malu, memiliki perasaan curiga dan cemburu yang berlebihan , sering merasa diperlakukan tidak adil, sering diasingkan oleh keluarga dan masyarakat egocentric, impulsive, suggestable dan cenderung memiliki perasaan depresif (Thomas Irianto, 1988). Ciri-ciri kepribadian tersebut juga merupakan akibat dari perlakuan orang tua dan masyarakat terhadap anak tunarungu.
Hubungan manusia dengan lingkungan bersifat transaksional,umumnya tingkah laku itu terjadi karena adanya hubungan timbal balik dan saling mempengaruhi antara individu dengan lingkungan di sekitarnya. Fungsi-fungsi sensoris bertindak sebagai perantara antara individu dengan lingkungannya,baik lingkungan fisik maupun lingkungan sosial. Gangguan pada salah satu fungsi penginderaan akan berpengaruh pada hubungan individu dengan lingkungan sekitarnya yang bersifat transaksional tadi.
Seorang individu yang mengalami gangguan pendengaran tertutup dari rangsangan suara yang berasal dari lingkungannya yang merupakan bagian integral dari peristiwa-peristiwa yang terjadi di lingkungan sekitarnya. Oleh karena itu kehilangan pendengaran menyebabkan terhambatnya kemampuan untuk berkomunikasi secara bebas dan efektif dengan keluarga ,teman-teman dan orang lain yang berada di sekitarnya.
Manusia berkomunikasi saling berhubungan ,dan saling mempengaruhi melalui bahasa, meskipun bahasa itu dapat dinyatakan secara tertulis,tetapi bahasa lisanlah cara yang paling banyak digunakan dalam pergaulan hidup sehari-hari. Di sinilah pentingnya fungsi pendengaran dalam melakukan fungsi sosial. Dengan demikian kehilangan pendengaran akan menimbulkan masalah psiko-sosial pada orang yang menyandangnya.
1. Dampak Ketunarunguan
Karakteristik dalam segi emosi dan sosial
Dengan ketunarunguan dapat mengakibatkan berkurangnya kepercayaan diri dan merasa asing dari masyarakat tempat mereka hidup, sehingga tampak adanya kekurangan dalam interaksi sosial dengan lingkungan tersebut. Dengan demikian semua ini mengakibatkan munculnya suatu keterasingan antara mereka dengan anak normal yang mendengar lainnya. Selain itu, anak tunarungu cenderung memiliki pandangan yang negatif atau bertindak kurang menyenangkan terhadap lingkungan. Untuk itu akan tampak pula efek-efek negatif lainnya, antara lain :
·         Egosentrisme yang melebihi anak normal
Daerah pengamatan anak tunarungu lebih kecil jika dibandingkan dengan anak yang mendengar, mereka hanya mampu menangkap dan memasukan sebagian kecil dunia luar ke dalam dirinya. Jadi makin sempit perhatiannya, dunia di luar hidupnya semakin menutup dan mempersempit kesadaran. Bagi anak yang masih mempunyai sisa pendengaran, dan jika alat bantu pendengarannya dipakai sejak kecil maka akan dapat membantu memfungsikan sisa pendengaran yang ada. Sehingga didalam menepuh hidupnya dapat terjalin komunikasi dan interaksi sosial dengan masyrakat dilingkungannya. Selain itu kita sangat menyadari bahwa penglihatan dan pengamatan anak tunarungu sangat besar peranannya, sehingga dalam perjalanan hidupnya mereka memiliki sifat “sangat ingin tahu” seolah-olah mereka selalu haus untuk melihat. Hal tersebut bisa juga terjadi pada orang yang mendengar, tetapi bagi anak tunarungu sifat tersebut lebih menonjol.
·         Mempunyai perasaan takut akan lingkungan yang lebih luas
Bagi orang normal yang mendengar dapat saja suatu saat dihinggapi perasaan takut akan kehidupan ini, tetapi bagi anak tunarungu perasaan tersebut akan lebih sering muncul. Semua ini dapat terjadi karena anak tunarungu sering merasa kurang menguasai keadaan yang ada hal ini di akibatkan karena pendengaran yang mengalami ganguan, sering muncul pada dirinya kekuatiran yang lebih akhirnya dapat menimbulkan suatu ketakutan.
·         Ketergantungan terhadap orang lain
Sikap ketergantungan terhadap orang lain atau terhadap apa yang sudah dikenalnya dengan baik, merupakan sikap bahwa mereka memiliki rasa keputusasaan dan selalu mencari bantuan dan perlindungan terhadap orang lain, maka di sini berarti anak tunarungu kurang percaya diri dan kurang yakin dengan apa yang telah dimiliki.
·         Perhatian yang sukar dialihkan
Suatu hal yang sering terjadi pada anak tunarungu baik disekolah maupun di lingkungan tempat mereka tinggal, apabila ia menyukai suatu benda, atau menyukai suatu jenis kegiatan yang berupa keterampilan maupun permainan bisa mereka melakukannya maka perhatiannya sulit untuk dialihkan. Anak tunarungu sukar diajak berfikir tentang hal-hal yang belum terjadi artinya anak tunarungu kurang akan fantasi (abstrak).
·         Memiliki sifat polos, sederhana tanpa banyak masalah
Di dalam hidupnya sehari-hari mereka seakan-akan tidak mempunyai beban. Biasanya dengan mudah menyampaikan perasaannya kepada orang lain tanpa berfikir dan mempertimbangkan atau memandang bermacam-macam segi yang mungkin menjadi penghalang. Hal ini bisa dipahami karena anak tunarungu tidak memilih alternatif lain karena anak tunarungu tidak menguasai suatu ungkapan dengan baik, bila itu tidak berkenan dalam hatinya maka anak tunarungu lansung menyampaikan walaupun perkataannya akan menyingung perasaan seseorang.
·         Lebih mudah marah dan cepat tersinggung
Karena sering mengalami kekecewaan disebabkan karena kesukaran dalam menyampaikan fikiran perasaan kepada orang lain, hal ini diekspresikan dengan kemarahan. Mereka kadang kala berfikir bahwa setiap orang yang berbicara dihadapan mereka seakan-akan yang dibicarakan oleh orang lain tersebut adalah membicarakan dia, atau mengeledeknya. Anak tidak akan tersinggung apabila mampu memahami, mengerti dan menguasai dirinya melalui bahasa yang dimilikinya luas. Artinya apa yang dibicarakan orang lain akan lebih mudah dia kuasai dan akan semakin mudah pula mereka berbicara. Akhirnya semua ini akan dapat menumbuhkan keyakinan di dalam menerima dirinya, dengan kata lain kepercayaan diri semakin tinggi, akhirnya akan menunjukkan kematangan dalam berprilaku (kepribadiannya).
2. Perkembangan Sosial Anak Tunarungu
Anak tunarungu memiliki kelainan dalam segi fisik biasanya akan menyebabkan suatu kelainan dalam penyusuaian diri terhadap lingkungan. Anak tunarungu banyak di hinggapi kecemasan karena menghadapi lingkungan yang beraneka ragam komunikasinya, anak tunarungu sering mengalami berbagai konflik, kebingungan, dan ketakutan karena ia sebenarnya hidup dalam lingkungan yang bermacam- macam.kesulitan bahasa tidak dapat di hindari untuk anak tunarungu, namun tidaklah demikian karena anak ini mengalami hambatan dalam bicara
Gangguan sosial bagi anak yang pendengarannya rusak akan menghadapai kesulitan perkembangan dalam cara-cara bertingkah laku yang tepat terhadap orang lain. Mereka tidak dapat mendengarkan nada suara yang menunjukan suatu emosi.
` Pada tahun-tahun berikutnya mereka tidak mengetahui aturan-aturan sosial yang dijelaskan kepada mereka. Yang penting ialah, mereka mengekspresikan perilaku manipulatif dan ritualistik sebagai pengganti bahasa dalam usahanya untuk mempengaruhi orang lain.
3. Hambatan Sosial Pada Anak Tunarungu
Kehilangan pendengaran berakibat langsung pada kemampuan penggunaan bahasa dan kemampuan berkomunikasi. Oleh karena itu anak tunarungu memiliki kemampuan yang sangat terbatas untuk mengadakan interaksi sosial dengan, orang lain yang ada di lingkungannya.
Keadaan seperti ini akan berakibat pada perkembangan kepribadian, dengan ditandai oleh rasa harga diri kurang , diliputi oleh perasaan malu-malu, memiliki perasaan curiga dan cemburu yang berlebihan , sering merasa diperlakukan tidak adil, sering diasingkan oleh keluarga dan masyarakat egocentric, impulsive, suggestable dan cenderung memiliki perasaan depresif (Thomas Irianto, 1988). Ciri-ciri kepribadian tersebut juga merupakan akibat dari perlakuan orang tua dan masyarakat terhadap anak tunarungu.
Usaha membimbing anak tunarungu kearah penyesuaian psikologis (psychological adjustment) yang sehat, akan sangat tergantung pada interaksi yang menyenangkan antara anak dengan orang tua . Kesadaran dan pemahaman orangtua serta anggota keluarga yang baik terhadap anak tunarungu akan sangat membantu dalam mengembangkan sikap sosial dan kepribadian anak kearah yang positif.
Persoalan yang sering menimbulkan kesulitan pada orangtua anak tunarungu adalah dalam hal disiplin dalam arti sering terjadi kesalahpahaman antar orangtua dengan anak tunarungu karena saling tidak mengerti apa yang dimaksud oleh masing-masing. Hal seperti ini sering menimbulkan gangguan tingkah laku bagi anak tunarungu, karena anak merasa orangtua tidak mau mengerti apa yang ia maksud.
4. Perkembangan Bicara Anak Tunarungu
Perkembangan bicara anak tunarungu pada awalnya mengikuti pola-pola perkembangan yang sama dengan anak normal, namun setelah masa meraban, perkembangan bahasa lisan anak tunarungu terhenti. Hal ini disebabkan oleh tidak berfungsinya pendengaran anak, sehingga anak tidak menyadari suara-suara yang dibuatnya serta ketidakmampuan mempersepsi atau mengamati bunyi yang datang dari lingkungannya. Akibatnya anak tunarungu tidak mampu untuk menirukan kembali suara-suara yang dikeluarkannya sendiri maupun dari lingkungannya.
Perkembangan bicara dan bahasa berkaitan erat dengan ketajaman pendengaran. Akibat terbatasnya ketajaman pendengaran, anak tunarungu tidak mampu mendengar dengan baik. Dengan demikian pada anak tunarungu tidak terjadi proses peniruan suara setelah masa meraban, proses peniruannya hanya terbatas pada peniruan visual. Selanjutnya dalam perkembangan bicara dan bahasa, anak tunarungu memerlukan pembinaan secara khusus dan intensif sesuai dengan kemampuan dan taraf ketunarunguannya.
Sejak tidak berfungsinya pendengaran anak, sejak itu pula anak tunarungu mengalami masalah dalam berkomunikasi dengan lingkungannya. Anak tunarungu dapat diberikan semacam alat bantu yang dapat mengantar mereka agar dapat bicara dengan mengembangkan sikap arah keterwajahan, bahasa ujaran, kemampuan memproduksi suara, dan mengamati bunyi.
5. Pengembangan Kemampuan Bicara Anak Tunarungu
Pengembangan kemampuan berbicara merupakan serangkadian upaya agar anak memiliki pengetahuan, keterampilan, dan sikap untuk mengekspresikan pikiran, gagasan, dan perasaanya dengan cara berbicara. Nugroho (2004) yang dikutip Hernawati mengemukakan bahwa layanan bina bicara memiliki tiga macam tujuan, yaitu:
1. Dibidang pengetahuan, agar anak memiliki pengetahuan tentang: a) cara mengucapkan seluruh bunyi bahasa Indonesia; b) cara mengucapkan kata, kelompok kata dan kalimat Bahasa Indonesia; c) mengevaluasi bicaranya sendiri, berdasarkan pengamatan visual, auditif, dan kinestetik; d) mengendalikan alat ucapnya untuk peningkatan kualitas bicara; serta e) pemilihan kata dan kelompok kata yang tepat.
2. Dibidang keterampilan, agar anak terampil: a) mengucapkan bunyi-bunyi bahasa Indonesia; b) mengucapkan kata, kelompok kata, dan kalimat bahasa Indonesia; c) mengevaluasi bicaranya sendiri berdasarkan pengamatan visual, auditif, dan kinestetik; d) mengendalikan alat ucapnya demi perbaikan dan peningkatan mutu bicaranya; dan e) menggunakan kata-kata, kelompok kata, dan kalimat sesuai dengan gagasan dan tata bahasa yang baik dan benar.
3. Di bidang sikap, agar anak memiliki: a) senang menggunakan cara bicara dalam mengadakan komunikasi dengan orang lain; b) senang mengadakan evaluasi dan memperbaiki kesalahan-kesalahan serta berusaha meningkatkan kemampuannya. Tujuan akhir bina bicara bagi anak tunarungu, adalah agar dia memiliki pengetahuan, keterampilan, dan sikap dasar untuk: a) berkomunikasi di masyarakat; b) bekerja dan beritegrasi dalam kehidupan masyarakat; serta c) berkembang sesuai dengan asas pendidikan seumur hidup.
6.  Gangguan Bahasa Reseptif dan Ekspresif
Gangguan Bahasa reseptif adalah gangguan yang dimilki anak untuk mengerti apa yang dilihat dan apa yang didengar. Sedangkan gangguan bahasa ekspresif adalah gangguan yang menghambat kemampuan anak untuk berkomunikasi secara simbolis baik visual (menulis, memberi tanda) atau auditorik. Seorang anak yang mengalami gangguan berbahasa mungkin saja dapat mengucapkan suatu kata dengan jelas tetapi dia tidak dapat menyusun dua kata dengan baik. Sebaliknya, ucapan seorang anak mungkin sedikit sulit untuk dimengerti, tetapi dia dapat menyusun kata-kata yang benar untuk menyatakan keinginannya. Masalah bicara dan bahasa sebenarnya berbeda tetapi kedua masalah ini sering kali tumpang tindih.
Pada gangguan bahasa ekspresif, secara klinis kita bisa menemukan gejala seperti perbendaharaan kata yang jelas terbatas, membuat kesalahan dalam kosa kata, mengalami kesulitan dalam mengingat kata-kata atau membentuk kalimat yang panjang dan memiliki kesulitan dalam pencapaian akademik, dan komunikasi sosial, namun pemahaman bahasa anak tetap relatif utuh. Gangguan menjadi jelas pada kira-kira usia 18 bulan, saat anak tidak dapat mengucapkan kata dengan spontan atau meniru kata dan menggunakan gerakan badannya untuk menyatakan keinginannya. Jika anak akhirnya bisa berbicara, defisit bahasa menjadi jelas, terjadi kesalahan artikulasi seperti bunyi th, r, s, z, y. Riwayat keluarga yang memiliki gangguan bahasa ekspresif juga ikut mendukung diagnosis.


Identitas Anak
Nama Lengkap                                   : Cecep Saepullah
Nama Panggilan                                 : Cecep
Alamat                                                : Kp. Jangkurang no.56
Tempat, tanggal lahir                          : Garut, 26 Mei 2005
Jenis Kelamin                                     : Laki-laki
Jenis Kelainan                                    : Tunarungu
Agama                                                : Islam
Status Anak                                       : Anak kandung
Anak Ke                                             : 3 (tiga)
Kelas                                                   : 5 SDLB


Identitas Orang Tua/Wali
a. Ayah
Nama ayah                                         : Ujang Saepudin
Agama                                                 : Islam
Status ayah                                         : Ayah Kandung
Pekerjaan pokok                                 : Wiraswasta
b. Ibu
Nama Ibu                                            : Limah Hayani
Agama                                                : Islam
Status Ibu                                           : Ibu Kandung
Pekerjaan pokok                                 : Ibu Rumah Tangga


Instrumen hambatan Aspek Sosial dan Bahasa Anak Tunarungu

·         instrumen  tentang artikulasi dan optimalisasi pendengaran
No
Indikator
Bisa
Tidak
Keterangan
1.
Bibir dengan senam mulut Menyokong kedua bibir



Menarik bibir ke belakang



Menggetarkan bibir


2.
Lidah dengan bantuan spatel Menjulurkan lidah ke depan



Menjulurkan lidah ke kiri



Menjulurkan lidah ke kanan



Menyentuh lengkung gigi atas



Mendorong pipi kiri



Mendorong pipi kanan



Menyapu bibir bawah


3.
Rahang membuka mulut lebar-lebar



Menutup rapat-rapat



Mengunyah makanan


4.
Meniup balon



Meniup peluit



Menahan udara di mulut sampai hitungan 5 s/d 10 detik


5.
Pernafasan Latihan pernafasan perut dengan melatih anak untuk mengenal vibrasi sebagai langkah awal anak mulai belajar artikulasi agar dapat mengucapkan kata dengan baik dan benar.


6.
Mengucapkan Huruf vokal Mengucapkan “A”

Namun kurang jelas dalam pengucapannya

Mengucapkan Huruf vokal Mengucapkan “ I ”

Namun kurang jelas dalam pengucapannya

Mengucapkan Huruf vokal Mengucapkan “ U ”

Namun kurang jelas dalam pengucapannya

Mengucapkan Huruf vokal Mengucapkan “ E ”

Namun kurang jelas dalam pengucapannya

Mengucapkan Huruf vokal Mengucapkan “ O ”

Namun kurang jelas dalam pengucapannya
7.
Mengucapkan huruf “ P “ dalam papa, bapak, atap



Mengucapkan huruf “ B “ dalam baba, bebek, arab



Mengucapkan huruf “ M “ dalam mama, jambu, ayam



Mengucapkan huruf “ W “ dalam warna, sawah, awan


8.
Mengucapkan huruf “F“ dalam foto, sifat, komulatif



Mengucapkan huruf “V“ dalam vocal, televisi, ovivar


9.
Mengucapkan huruf “T“ dalam topi, botol, tomat



Mengucapkan huruf “D“ dalam dasi, sendok, masjid



Mengucapkan huruf “L” dalam lilin, balon, pensil



Mengucapkan huruf “ N “ dalam nasi, pintu, yuyun


9.
Mengucapkan huruf “S“ dalam satu, kasur, gelas



Mengucapkan huruf “Z“ dalam zebra



Mengucapkan huruf “R“ dalam roti, ular


11.
Mengucapkan huruf “C“ dalam cabe, becak



Mengucapkan huruf “J“ dalam jaket, meja, raja


12.
Mengucapkan “ny“ dalam nyanyi, kunyit


13.
Mengucapkan “K“ dalam kadal, makan, sirsak



Mengucapkan “G“ dalam engga, gigi



Mengucapkan “X“ dalam axe, box



Mengucapkan “Ng“ dalam ngaji, engga, pisang



Mengucapkan “Y“ dalam iya, payung



Mengucapkan “H“ dalam hitam, pohon, papah


17.
Fokus dan background Mendengar suara ibunya di suatu kegaduhan di pasar Tidak dilakukan karena penelitian dilakukan di sekolah





BAHASA RESEPTIF

No
Indikator
Ya
Tidak
Keterangan
1.
Menatap wajah saat orang berbicara padanya


2.
Menoleh ke arah suara yang dekat atau bermakna bagi anak


3.
Tampak terganggu bila mendengar suara keras


4.
Gembira bila mendengar langkah kaki orang (anak bersuara dan melakukan gerakan).


5.
Memandang lurus kearah benda-benda yang dibunyikan.


6.
Merespon terhadap suara ibu yang emosional (misalnya menangis bila ibu marah, tertawa, bila terdengar senang)


7.
Menghentikan kegiatan sesaat bila kita berkata “Jangan!“


8.
Mendengarkan bunyi detak jam


9.
Merespon terhadap kata-kata tertentu (misalnya menoleh atau menunjuk bila kita berkata “Dimana bapak?”).


10.
Langsung menoleh bila disebut namanya.




BAHASA EKSPRESIF

No
Indikator
Ya
Tidak
Keterangan
1.
Mengeluarkan suara tenggorokan


2.
“ berceloteh” bila merasa senang (“hao hakeng”)


3.
Mengucapkan “ah, eh, oh”.


4.
Mengucapkan bunyi-bunyi vocal (“a, e, i, o, u”).


5.
Mengucapkan “ agu “.



6.
Mengorok dan menggeram.


7.
Tertawa keras.


8.
Menjerit bila merasa terganggu


9.
Mengucapkan “ da, ka, ba, ga “.


10.
Mengucapkan “ dada, baba “.


11.
Berteriak untuk menarik perhatian



 EMOSI DAN SIKAP

No
Indikator
Ya
Tidak
Keterangan
1.
Egosentrisme yang melebihi anak normal


2.
Mempunyai perasaan takut akan lingkungan yang lebih luas


3.
Perhatian yang sukar dialihkan


4.
Lebih mudah marah dan cepat tersinggung


5.
Memiliki sifat polos, sederhana tanpa banyak masalah


6.
Berteman baik dengan orang yang dipercayainya


7.
Selalu ingin diperhatikan


8.
Kurang bisa berbaur dalam lingkungan baru


9.
Peduli akan teman yang dipercayainya


10.
Sulit diatur




Dari Instrumen diatas, dapat dijelaskan dan ditemui permasalahan sewaktu diwawancarai

Cecep diantaranya sebagai berikut:
1. Artikulasi
a)  Pengucapan huruf vokal “a, i, u, e, o” kurang mengucapkannya dengan benar. Sehingga kurang memahami maksud ucapannya.
b)  Mengucapkan bilabdial pada huruf “P” pada kata papa, bapak, dan atap, huruf “B” pada kata baba, bebek, dan arab, huruf “M” pada kata mama, jambu, dan serta pada huruf “W” sedikit paham apa yang diucapkan, tetapi pada saat mengucapkan kata ayam, sawah, dan awan Cecep sangat kurang dalam mengucapkannya sehingga  saya kurang memahami. Contoh pada kata “ayam” dia menyebutnya “aam” atau pada kata “sawah” dia mneyebutnya “awah”.
c)  Mengucapkan labio dental khusunya pada huruf “V” pada kata vocal, televisi, diucapkan menjadi oval, teyevisi, (tidak jelas).
d)  Dental, mengucapkan huruf “L” pada lilin menjadi yiyin, huruf “N” pada kata pintu menjadi yintu, huruf “T” pada tomat diucapkan yomat (tidak jelas).
e)  Alvelor. Mengucapkan huruf “Z” pada kata zebra menjadi eba, huruf “R” pada kata roti menjadi oti (tidak jelas).
f)  Palato Alveolar mengucapkan huruf “J” pada kata meja menjadi meya, huruf “C” pada kata becak diucapkan eak (tidak jelas).
g)  Palatal. Mengucapkan “ny” dalam nyanyi dan kunyit sangat tidak jelas, dicoba berulang kali tapi tetap tidak memahami maksud objek peneliti.
h)  Velar. Dalam velar ini objek peneliti sangat kurang, dia tidak bisa mengucapkan dengan jelas seperti pada huruf “K” pada kata makan menjadi asan, huruf “X” pada kata box diucapkan menjadi oks, mengucapkan “ng” dalam pisang menjadi “iyang” (sangat tidak jelas).
i)  Glotal. Pada kata “H” misalnya hitam menjadi hi’am (tidak jelas).


2. Bahasa Reseptif
Kemampuan perkembangan bahasa reseptif yang dimiliki objek peneliti diantaranya:
a)  Mampu menatap lawan bicara saat diajak mengobrol
b)  Mampu memandang lurus kearah benda-benda yang dibunyikan
c)  Tidak merasa terganggu bila mendengar suara keras
d)  Apabila guru mengucapkan kata “jangan” maka dia menghentikan kegiatannya sesaat.
e)  Apabila guru menyebut namanya, dia tidak menoleh tetapi apabila guru menyebut namanya dengan menepuk bahunya dia menoleh.


3. Bahasa ekspresif
Adapun Kemampuan perkembangan bahasa ekspresif yang dimiliki Cecep diantaranya:
a)  Mengucapkan kata pada “ah, eh, oh “ Cecep kurang jelas mengucapkannya.
b)  Kurang mengekspresikan kesenangannya dengan berceloteh.
c)  Mengucapkan “agu” kurang jelas mengucapkannya.
d)  Menjerit bila dia merasa terganggu.
e) Mampu tertawa keras
f)  Mengucapkan “da, ka, ga, ba” kurang jelas mengucapkannya.

4. Sikap dan Sosial
Adapun sikap dan sosial yang diteliti memang benar erat sekali kaitannya dengan dampak ketunarunguaan yang dimiliki Cecep, seperti bersikap :
a)      Ego yang tinggi
b)      Kurang mudah berbaur dengan teman baru
c)      Selalu ingin diperhatikan
d)     Mudah marah dan tersinggung


Kesimpulan


Penelitian diatas kita dapat menyimpulkan bahwa anak tunarungu harus dilatih secara terus menerus setidaknya ada kemungkinan untuk bisa mengucapkan kata-kata vokal maupun konsonan dalam bahasa Indonesia dengan lebih baik agar orang yang berbicara dengan anak tunarungu setidaknya lebih bisa memahami. Karena itu, pengembangan kemampuan bicara pada anak tunarungu harus diperhatikan. Kita juga bisa memberikan pelayanan bina bicara karena dengan adanaya layanan bina bicara ini memiliki tujuan:
1. Dibidang pengetahuan, agar anak memiliki pengetahuan tentang:

 a) cara mengucapkan seluruh bunyi bahasa Indonesia; b) cara mengucapkan kata, kelompok kata dan kalimat Bahasa Indonesia; c) mengevaluasi bicaranya sendiri, berdasarkan pengamatan visual, auditif, dan kinestetik; d) mengendalikan alat ucapnya untuk peningkatan kualitas bicara; serta e) pemilihan kata dan kelompok kata yang tepat.


2. Dibidang keterampilan, agar anak terampil:

 a) mengucapkan bunyi-bunyi bahasa Indonesia; b) mengucapkan kata, kelompok kata, dan kalimat bahasa Indonesia; c) mengevaluasi bicaranya sendiri berdasarkan pengamatan visual, auditif, dan kinestetik; d) mengendalikan alat ucapnya demi perbaikan dan peningkatan mutu bicaranya; dan e) menggunakan kata-kata, kelompok kata, dan kalimat sesuai dengan gagasan dan tata bahasa yang baik dan benar.


3. Di bidang sikap, agar anak memiliki:

 a) senang menggunakan cara bicara dalam mengadakan komunikasi dengan orang lain; b) senang mengadakan evaluasi dan memperbaiki kesalahan-kesalahan serta berusaha meningkatkan kemampuannya. Tujuan akhir bina bicara bagi anak tunarungu, adalah agar dia memiliki pengetahuan, keterampilan, dan sikap dasar untuk: a) berkomunikasi di masyarakat; b) bekerja dan beritegrasi dalam kehidupan masyarakat; serta c) berkembang sesuai dengan asas pendidikan seumur hidup.


Layanan bina bicara di atas, tentunya akan sangat bermanfaat untuk anak tunarungu, karena bila tidak banyak sekali dampak yang ditimbulkan dan akan mempengaruhi pada perkembangan anak tunarungu, misalnya dari segi seperti dibawah ini:



1. Intelegensi.
Perkembangan intelegensi anak tunarungu tidak sama cepatnya dengan mereka yang mendengar secara normal. Pada umumnya anak tunarungu memiliki intelegensi yang normal atau rata-rata, tetapi karena perkembangan intelegensi sangat dipengaruhi oleh perkembangan bahasa maka anak tunarungu akan menampakkan intelegensi yang rendah karena mengalami kesulitan memahami bahasa.



2. Bahasa dan Bicara
Karena anak tunarungu tidak mampu mendengar bahasa, maka kemampuan berbahasanya tidak akan berkembang bila dia tidak atau dilatih secara khusus. Akibat dari ketidakmampuannya dibandingkan dengan anak yang mendengar pada usdia yang sama, maka dalam perkembangan bahasanya akan jauh tertinggal.



3. Emosi dan sosial
Ketunarunguan dapat mengakibatkan terasingnya individu tunarungu dari pergaulan sehari-hari, yang berarti mereka terasing dari pergaulan atau aturan sosial yang berlaku dalam masyarakat dimana dia hidup. Akibat dari keterasingannya tersebut sehingga menimbulkan dampak misalnya egosentrisme yang melebihi anak normal, mempunyai perasaan takut akan lingkungan yang lebih luas, lebih mudah marah dan cepat tersinggung, dan masih banyak lagi.



4. Perkembangan kepribadian
Perkembangan kepribadian terjadi dalam pergaulan atau perluasan pengalaman pada umumnya diarahkan pada faktor anak sendiri. Pertemuan antara faktor-faktor dalam diri anak tunarungu yaitu ketidakmampuan menerima rangsangan pendengaran, kemiskinan berbahasa, ketidaktepatan emosi, intelegensi dihubungkan dengan sikap lingkungan terhadapnya sehingga akan menghambat perkembangan kepribadiannya.



Jadi, berdasarkan hasil dan pembahasan dalam penelitian ini, peneliti dapat menarik kesimpulan bahwa terdapat kecocokan antara beberapa teori mengenai tunarungu yang telah peneliti kaji dengan realita atau kenyaatan yang terjadi pada anak tunarungu yang telah menjadi objek penelitian peneliti. Kecocokan tersebut tampak pada anak tunarungu memahami bahasa lisan melalui membaca ujaran, anak melihat kata-kata dari bentuk gerak bibir pembicara. Anak tunarungu yang diteliti oleh peneliti juga termasuk pada penderita yang berat (71-90 dB) sehingga hanya bisa mendengar bunyi yang sangat dekat, membutuhkan alat bantu dengar dan latihan bicara secara khusus.

Sumber : Tugas mata kuliah interaksi dan komunikasi ABK